Kamis, 05 Maret 2009

Suka Cita dari Adat


Setelah saya berkeluarga pada saat tersebut memang tidak ada berlangsung acara adat na gok seperti musimnya acara pernikahaan atau disebut dengan pesta, ini terjadi bukan karena saya atau keluargaku yang egois atau tidak marsangap, tidak punya adat tetapi oleh ketidak adanya biaya untuk buat pesta. Hari berjalan demi hari, bulan demi bulan bahkan tahun demi tahun keluargaku tetap hidup bahagia yang justru Tuhan anugerahkan pada kami anak laki-laki 3 orang, yang cakep-cakep dan ganteng pada saat kami belum ada buat adat pada pihak mertua saya di Pangkirapan Simamora Nabolak. Yahh... memang mungkin sudah lazimnya, atau sudah kebiasaan pada suku batak, jika belum dibuat adat na gok semata-mata keluarga tersebut tetap punya utang yang luar biasa yang tidak dapat dibayar dengan duit cash. Yang artinya harus siap dengan biaya yang luar biasa, termasuk shootingnya ibarat artis kondangan, belum lagi terompetnya yang luar biasa.

Tapi itulah tradisi mau tak mau harus diperjuangkan dan harus dilalui, karena dalam adat batak juga sering disebut " Manjalo Adat dari Tulang ( Simatua ) sama itu dengan meminta berkah ( Pasu-pasu ) dari Allah. Tentu melihat istilah ini saya dengan istri jadi ketakutan... apalagi sampai saat tersebut, Tuhan belum menitipin pada kami anak perempuan, jadi belum dibilangin masuk istilah Gabe, mau tak mau hasil pembicaraan dengan istri, sepakat untuk " Mangadati "

Alhasil ya... siap-siaplah untuk rogoh kantung, untuk biaya pesta, belum lagi ongkos mudiknya,

pokoknya pulang dari kampung siap-siap juga untuk ngutang biaya hidup nunggu gajian.

Tapi saya dan keluarga harus tetap bersyukur... rencana kami, juga rencana Tuhan, semuanya berjalan dengan meriah dan penuh sukacita, yang sebelumnya pada malu-malu manortor mumpung dah disewa tukang muziknya sayang rasanya tidak dimanfaatin, yahhh... sadar tak sadar goyang ibarat Inul pun terjadi apalagi muziknya dari Poco-poco.

Setelah acara selesai yang mana rombongan keluarga dari saya pulang kembali ke PematangSiantar dan kami tetap tinggal di Simamora, hitung punya hitung ya... namanya duit harus dikira dongk! berapa habis... masuknya berapa! Tapi yang satu ini tentu rahasia deh.

Setelah hari berjalan demi hari juga bulan berjalan demi bulan Adat nagok sudah terlaksana, tanpa diduga-duga istri saya mengandung dan setelah melahirkan lahirlah si cewek yang manis dan cantik, wahh... tentu saya dan istri juga keluarga kedua belahpihak bersyukur bangeet... karena sudah masuk kategori ' Gabe ' dan yang sampai sekarang ini puji Tuhan seperti dalam profil saya yang dulunya usaha kecil-kecilan, untung siang habis malam, sekarang sudah lebih mapan.

Tapi itulah budaya kita budaya batak harus dapat dipenuhi semampu kita, akan tetapi yang menjadi pertanyaan pada saya: Apakah memang betul seperti yang sudah terlaksana diatas Adat terpenuhi Pasu-pasu akan tiba, yahhh... memang betul setelah saya dan istri Mangadati, manjalo pasu-pasu dari Tuhan via tulang simatua, tulang bona, tulang mataniari, tulang rorobot, dan tondong lainnya, Tuhan menitipkan anak yang ke empat yakni si cewek, apakah ini menjadi lambang dari budaya batak agar ditegakkan tentang paradaton na gok? Apakah jikalau memang saeandainya saya dan keluarga tak sanggup membuat adat na gok, sampai tua dan anak saya mau menikah yang justru anak saya sanggup membuat acara adat pada pada mertuanya, apakah ini menjadi penghalang yang notabenenya siorangtuapun belum membayar adatnagok pada tondong jabunya?

Tapi itulah budaya batak, yang harus tetap dipelajari, dan diikuti, bila tidak... yahhh... siap-siap jadi... !!!!

1 komentar:

  1. Walaupun katanya sama-sama batak namun ternyata dalam jalani adat Simalungun (pihak lawei) dan Toba (pihak besan) ternyata ada perbedaan juga ya lawei...hehehe...

    Mantaplah kalo gitu lawei..semua utang adat telah terbayarkan...salam buat panogolan kami di batam..semoga selalu sehat dan rajin gereja...

    Diatei tupa pakon tonggo nami

    BalasHapus