Jumat, 06 Maret 2009

Antara Pintar dan Cerdas

Ada seorang ilmuwan yang disebut dengan bapak Professor, yang dimana hari-harinya selalu berada diLaboratorium miliknya, untuk tujuan analisis, risert dan penemuan-penemuan.
Dari segala risert yang dilakukannya bapak Professor tadi mendapat penemuan yang cukup luarbiasa, dan menakjubkan, yang dapat diterima oleh para pakar-pakar lainnya jika dibutuhkan. Contohnya, Minyak kelapa yang menjadi bahan dasar untuk tenaga nuklir... ini...misalnya lhooo..!!!!
Nah. Setelah penemuan si Professor tadi di risert kembali ternyata OK, lantas beliau kembali memikirkan apakah ini perlu segera di umumkan, publikasikan, dikembangkan? dan bagaimana dampak untung ruginya pada manusia, apakah jika ini dikembangkan bisa membuat manusia lebih maju atau malah menjadi korban?
Yang menjadi pertanyaan bagi saya: Apakah bapak Professor tersebut masuk kategori Pintar yang bijaksana atau Cerdas yang tidak bijaksana?
Kalau saya melihat dalam penghematan bahwa kategori Pintar yang bijaksana adalah seorang pengayom yang dapat ditiru untuk kebaikan, Guru yang dapat memberi ilmunya pada yang membutuhkan guna yang terbaik,manusia yang dipenuhi dengan hikmadt, kepintaran yang bijaksana ataupun hikmat yang memang dianugerahkan oleh Allah,kepintaran ataupun hikmat yang dicurahkan oleh Allah pada jiwa manusia, atau hikmat yang menjadi pegangan hidup manusia, ataupun hikmat kepintaran yang bijaksana yang didapat bukan karena usaha pencarian manusia.Artinya hikmat kepintaran yang bijaksana tersebut adalah yang terpimpin, ditiru dll.
Sedangkan kalau Cerdas belum seluruhnya boleh dikatakan hikmat dari Allah, ataupun cerdas yang bijaksana, karena : Orang cerdas biasanya selalu dapat mempengaruhi yang bodoh, polos,tidak sekolah,dll.
Orang Cerdas juga identik dengan perlakuan yang tidak semestinya dilakukan, identik dengan mengelabui orang lain, identik dengan keegoisan pribadi, yang tidak suka akan kecerdasan yang lain, seperti Junus yang disuruh oleh Allah untuk keNinive yang pertamasekali, yang justru Junus melarikan diri dan tidak bertanggungjawab, yang artinya Junus tidak suka orang Ninive kembali mengenal Allah, nah... disinilah saya melihat suatu kecerdasan manusia yang tidak bijaksana, egois, dengki, seorang pemimpin yang cerdas tetapi tidak bijaksana, yang mana dalam kekuasaanya bertujuan untuk kepentingan pribadi.
Ada lagi contoh yang cerdas tetapi tidak hikmat bijaksana dan bisa membuat saya mengelitik:
Seorang Ayah melarang si Anak untuk tidak merokok, nanti tidak sehat,ehh... malah si Ayah yang merokok satu hari tiga bungkus, yang benar aja... tuh... si Ayah!!!
Si Ayah melarang ananya jangan mabuk-mabukan, ntar... digebukin oarang!!!, boro-boro larangin anaknya, toh.... si Ayah minumnya pagi, siang,malam, bukan air mineral tetapi justru minuman cap Topi Miring yang diembat saban hari, sialaan tuh si Ayah!!
Tetapi utulah hasil dari pandangan saya antara si Pintar yang bijaksana dengan SiCerdas yang tidak bijaksana, tinggal kita memilihnya.
Juga Allah pun meminta pada kita yang diturunkan pada para penasehat-penasehat seperti pada Amsal agar kita jadilah seorang yang pintar bijakasana yang selalu memelihara hikmat dari Allah, dan mempergunakan yang terbaik akan hikmat dari Allah Bapa Di Sorga. Amsal 4:10-15 dan Amsal 5 :1 dstnya.Yang artinya jikalau kita seorang bapa dalam keluarga haruslah betul-betul kita pegang apa yang disebut dengan Imam dalam keluarga, pengayom,dll, dan jikalau seorang ibu dalam keluarga jadilah ibu penopang dalam keluarga.
Setelah saya melihat hal ini saya kembali lagi ke bapak professor tadi, maka saya menilainya bahwa beliu masuk dalam kategori orang pandai yang bijaksana, bukan orang yang cerdas, yang artinya rela menyimpan rapat-rapat hasil risertnya, dengan tujuan untuk menyelamatkan manusia, daripada hanya mengambil keuntungan pribadi tanpa memikirkan orang banyak.
Okee pak Professor... saya setuju, mudah-mudahan orang lain ikut sistem bapak!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar